indokliknews.com

Situs Media Informasi Aktual, Akurat, Terkini dan Inspiratif

Jurkam Berakhlak

Jurkam Berakhlak

Smallest Font
Largest Font

Oleh : Idat Mustari

INDOKLIKNEWS.COM, - Sebentar lagi akan berlangsung masa kampanye Pilkada serentak tahun 2024 yakni dari tanggal 25 September – 23 November 2024. Ssebuah ritual yang harus dijalani para calon pimpinan baik tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Karena  demikian halnya maka setiap peserta sudah barang tentu telah mengambil ancang-ancang dan mempersiapkan diri untuk melakukannya.

Ritual tersebut pasti akan mereka lakukan secara maksimal dan optimal; Dengan pelbagai strategi dalam meraih simpati dan memenangkan hati para pemilih. Tidak dapat dipungkiri dalam memori kolektif masyarakat, bahwa waktu kampanye adalah musim penggalangan massa, saat arak-arakan besar, yang pada gilirannya kemacetan pun sudah dapat diprediksi. Yang tidak kalah pentingnya adalah berbusa-busanya penuh orasi para juru kampanye masing-masing.

Kampanye politik pada dasarnya adalah sebuah proses sosialisasi dan pendidikan politik bagi masyarakat. Tidak sekedar dimaksudkan agar para pemilih sadar, bahwa ada calon pemimpin yang dapat mereka pilih secara bebas dan sukarela dalam pilkada, mrlainkan juga agar mereka terlibat dalam proses tersebut secara demokratis.

Politik demokrasi adalah politik tanpa kekerasan. Mengapa? Karena salah satu esensi demokrasi adalah resolusi konflik secara damai (peaceful resolution of conflict). Karenanya, emosionalisme yang dapat melahirkan konflik baru sejatinya dihindari, bahkan harus dicegah.

Sebagai sarana sosialisasi dan pendidikan politik, aktifitas kampanye lebih elok kalau dilakukan dengan berorientasi pada pengungkapan platform dan program masing-masing untuk membawa masyarakat ke depan yang lebih baik dan sejahtera. Dengan kata lain, kampanye bukan ajang untuk saling menjelekkan, apalagi membongkar kesalahan-kesalahan pribadi lawan kontestasi.
Kalau hal itu terjadi maka bukan sekedar tidak etis secara moral. Melainkan juga terlarang menurut agama kita. Itu namanya tajassus (simak QS. al-Hujurat: 12).

Bahkan kalaulah benar adanya aib pada pribadi lawan kontestasi, seyogyanya kita tutup. Bukankah ada keterangan yang mengatakan: Barangsiapa yang menutup aib orang lain, maka ia bagaikan menghidupkan kembali seorang anak yang dikubur hidup-hidup (HR. Abu Dawud dan Nasa'i).

Sebuah pertanyaan muncul, apakah dengan demikian masing-masing tidak boleh melontarkan kritik? Sebetulnya boleh-boleh saja. Sebab, kita tahu bahwa mitra (kalau terlalu lembut, baca: lawan) kontestasi itu bukan malaikat, yang nir-kekeliruan; Ia adalah manusia biasa seperti kita juga Yang boleh jadi khilaf dalam membuat kebijakan. Jadi di sini kritik berfungsi sebagai pelaksanaan mekanisme amar makruf nahy munkar. Dan itu wajib hukumnya.

Namun perlu dicatat. Kalau hal itu memang terpaksa kita lakukan, maka dalam mengungkapkannya hendaknya gunakan diksi yang lembut, sebagaimana titah Allah Swt kepada Musa dan Harun ketika para utusan itu ditugaskan untuk menyadarkan Firaun dari kekeliruannya (baca QS. Thaha: 44).

Fitrah manusia adalah suka akan keindahan, kelembutan dan kesopanan. Dan secara fitri pula mereka benci kepada ungkapan kasar, vulgar apalagi bernuansa penuh persumusuhan.

Barangkali kita masih ingat ucapan indah Clinton ketika ia menyebut lawan kontestasinya dalam memperebutkan kursi kepresidenan di negeri Paman Sam: "He is my opponent, but not my enemy." Prof Buchori mengomentari kalimat tersebut dengan: "What a lovely expression.

"Kalau kultur Barat saja demikian, apalagi budaya kita yang beralaskan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw.

Buat para Jurkam, jadilah Jurkam yang berakhlak yang mengedepankan prinsip "fastabiqul khairat," dan bukan tajassus.
Wallahu A`lam.

Penulis : (Pemerhati Sosial dan Keagamaan).

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
REDAKSI Author

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow