
INDOKLIKNEWS – Batalyon Arhanud 3/YBY Kodam III/Siliwangi turut membantu ketersediaan air bersih untuk masyarakat di kawasan Halmahera, Maluku Utara. Pengadaan air bersih itu melalui penugasan operasi satuan organik dalam proses pembuatan Water Treatment Plant Reverse Osmosis (WTP RO) sebagai sarana penggalangan dukungan kegiatan sosial masyarakat tersebut.
Perwakilan Satgas Pamrahwan Lettu Arh. Dwi Iswantoro mengungkapkan, langkah positif yang dilakukan Satgas Pamrahwan, Batalyon Arhanud 3/YBY Kodam III/Siliwangi itu merupakan bagian dari inovasi atau terobosan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Satgas pun berharap pembuatan WTP RO tersebut sebagai upaya menjadi solusi pemenuhan kebutuhan air bersih dan layak minum untuk masyarakat Halmahera Maluku Utara, yang sebelumnya menjadi permasalahan.
“Pembuatan WTP RO oleh satuan Batalyon Arhanud 3/YBY Kodam III/Siliwangi sebagai upaya pemecahan masalah akan ketersediaan air bersih dan layak minum untuk masyarakat Malaku Utara,” kata Dwi Iswantoro kepada wartawan, Sabtu (9/7/2022), dan berita ini dilansir dan sudah tayang di media online bandungside.com.
Dikatakan Dwi Iswantoro, keterseidaan WTP RO menjadi sarana sosialisasi untuk menanggulangi tentang dampak negatif mengkonsumsi air tanah dengan kandungan besi maupun mangan tinggi terhadap kesehatan. “Untuk itu, dibutuhkan pendekatan maupun penyelarasan budaya kepada masyarakat untuk selalu mengkonsumsi air bersih,” kata Dwi Iswantoro.
Dikatakan Dwi, kajian yang datanya diambil dari Badan Pusat Stastistik (BPS) bahwa 26,46% rumah tangga di Maluku Utara mengonsumsi air minum yang bersumber dari air dalam kemasan pada 2020.
“Persentase itu menjadi yang terbesar dibandingkan konsumsi air dari sumber lainnya yang tentunya menjadi beban perekonomian keluarga,” katanya.
Dwi Iswantoro juga turut menjelaskan, sumber konsumsi air lainnya yakni sebanyak 20,69% rumah tangga di Maluku Utara minum air yang bersumber dari sumur terlindung. Kemudian, 19,05% rumah tangga di provinsi tersebut minum air yang berasal dari ledeng.
Sebanyak 13,25% rumah tangga di Maluku Utara mengkonsumsi air minum dari sumber terlindung. Rumah tangga di Maluku Utara yang mengkonsumsi air minum dari pompa sebesar 7,17%.
Ia mengatakan, sumber air bersih merupakan salah satu indikator penting untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat di Maluku Utara serta keberlangsungan dalam penghidupannya.
Konsumsi air minum dari sumber yang bersih dan layak akan mencegah masyarakat dari berbagai penyakit, seperti diare, tifus, dan kolera.
“Menurut kajian di lapangan, kondisi air sumur, terutama sumur bor atau pantek di Maluku Utara pada umumnya mengandung kandungan tinggi besi (iron, Fe) dan mangan (manganese, Mn).
Kandungan besi dan mangan dalam air berasal dari tanah yang memang mengandung banyak kandungan mineral dan logam yang larut dalam air tanah mendominasi kandungan air yang akan dikonsumsi masyarakat Maluku Utara,” tuturnya.
Dijelaskannya, dalam analisa kajian bahwa kandungan besi dan mangan larut dalam air dalam bentuk fero-oksida. Kedua jenis logam ini pada konsentrasi tinggi menyebabkan bercak noda kuning kecoklatan dari oksida besi atau kehitaman dari oksida yang mengganggu secara estetika.
“Kandungan kedua logam ini secara komulatif meninggalkan noda atau endapan coklat dan hitam di dalam bak air, alat-alat rumah tangga maupun peralatan atau perkakas yang dicuci menggunakan air tersebut,” kata Dwi Iswantoro.
“Air yang mengandung besi atau mangan menyebabkan pakaian menjadi kusam dan timbul noda atau bercak kuning kecoklatan setelah dicuci, bagaimana bila terkonsumsi oleh manusia?” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, WTP RO yang akan digunakan di Maluku Utara terlebih dahulu dipasang dan digunakan di lokasi latihan Pratugas Batalyon Arhanud 3/YBY di Dusun Bojong Kepok, Desa Loji RT 11 RW 01, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi.
“Pemasangan alat inovasi WTP RO di Desa Loji dikarenakan wilayah tersebut tipologinya mirip dengan daerah penugasan di Maluku Utara,” jelas Dwi Iswantoro.
Menurutnya, pada prinsipnya mengelola air tanah menggunakan alat inovasi WTP RO yang sudah dirangkai pada bangunan fasilitas umum berupa MCK dari Desa Loji menjadi air yang sudah dapat di konsumsi dan layak minum.
Prosesnya, berawal dari air baku diambil dari sumur bor dipompa dengan menggunakan pompa semi jet dengan tekanan 4 bar dialirkan ke bak penampung air baku dengan cara dipancarkan untuk memberi kontak antara air baku dengan udara.
Hal tersebut dilakukan agar dapat terjadi proses oksidasi besi dan mangan yang terlarut di dalam air baku dapat dengan mudah di saring atau di filter.
“Selanjutnya air dari bak penampung air baku dipompa ke filter multimedia sambil diinjeksi dengan larutan oksidator yaitu kaporit atau kalium permanganat,” ujarnya.
Menurutnya, oksidator yang digunakan di dalam proses ini adalah kaporit karena kalium permanganat saat ini sulit ditemukan di pasaran, seandainya ada pun berasal dari import yang tentunya berharga tidak ekonomis.
“Oksida besi dan mangan tertahan di dalam media pasir di dalam filter multimedia. Ssisa besi dan mangaan yang tidak teroksidasi dieliminasi oleh media mangaan dan zeolite selanjutnya polutan mikro misalnya zat organik, deterjen, bau, senyawa phenol, logam berat dan warna diabsorb oleh media arang aktif,” jelasnya.
Lebih lanjut Dwi Iswantoro menjelaskan, setelah melalui filter multimedia air dialirkan ke filter mikro dengan ukuran pori 0,5 mikron untuk menghilangkan sisa partikel padatan yang ada di dalam air. Kemudian penyaringan sekala mikro ultrafiltrasi dan osmosa balik sehingga air menjadi benar-benar jernih dan untuk menjamin air produk langsung dapat diminum, bebas dari bakteri dan mikroorganisme lain.
“Air siap minum dialirkan ke tangki penampung dan untuk pengemasan maupun langsung dikonsumsi proses pengolahan air disempurnakan menggunakan sterilisator ultra violet,” katanya.
Filterisasi akhir melalui sterilisator ultra violet dengan tujuan seluruh bakteri atau mikroorganisme yang ada di dalam air dapat dihilangkan secara sempurna.
“Air yang keluar dari sterilsator ultra violet merupakan air hasil olahan yang dapat langsung diminum,” jelas Dwi Iswantoro.
Inovasi pengolahan air bersih langsung layak konsumsi menggunakan teknologi WTP RO dapat menghasilkan 100 galon perhari (1 galon = 19 liter) sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Sukabumi.
Menghadirkan instalasi WTP RO di Desa Loji, Sukabumi juga sebagai upaya penyebarluasan teknologi pengolahan air tanah menjadi air siap minum. Sehingga dampaknya kepada masyarakat tidak cukup dengan sosialisasi dampak negatif mengkonsumsi air tanah dengan kandungan besi maupun mangan tinggi terhadap kesehatan, namun instalasinya dapat diperbanyak.
Diungkapkan Dwi Iswantoro, diperlukan juga sosialisasi dan pendekatan maupun penyelarasan budaya yang sudah terbentuk, salah satu cara adalah membuatkan formula pengelolaan yang tidak menambah beban ekonomi masyarakat.
